Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 06 Desember 2008

Pertemuan Ke-2 FLP Batamindo : Smart Writing di SMPN 16 Batam

Pertemuan 2
Sabtu, 29 November 2008
Pkl. 10.00 – 11.30 WIB
Liputan : Alim

Berbeda dengan pertemuan pertama dua minggu yang lalu, cuaca kali ini tampak begitu cerah, matahari dengan terangnya menyinari hiruk pikuk kegiatan di SMPN16 Batam. Kecerahan juga terpancar di wajah para peserta. Terlihat dengan jelas semangat belajar dari sorot mata mereka. Setelah memeriksa daftar hadir, tampak ada perubahan. Beberapa siswa absent karena mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Sementara yang lain tetap bersemangat mengikuti pelatihan.



Saat perwakilan peserta membacakan hasil tulisannya, ada yang bercerita tentang suasana sekolah, ada juga puisi. Berikut ini salah satu tulisan peserta yang berjudul ’Tulisan Anak Bangsa’ suara hati dari Satria :

Tulisan Anak Bangsa, Satria

Mentari yang datang meninggalkan malam, menyinari pagi di sekolahku. Untuk mulai meraih masa depanku, di sekolah ini. Kata mereka aku orang yang beruntung, ya, katanya kita semua orang yang beruntung. Di sekolah ini, kita bisa belajar, di sekolah ini, kita bisa bermain, di sekolah ini, kita punya banyak teman. Ada yang baik, ada yang jahil, ada yang rajin, ada yang pemalas, ada yang pendek, gemuk, juga ada yang kurus dan tinggi, berkulit putih, sampai berkulit hitam. Kita bisa merasakan adanya persatuan di dalam perbedaan, kekurangan yang saling melengkapi, kita bisa memahami kesamaan hak dan kewajiban. Karena di sekolah ini, ada guru yang membimbing kita, ada buku yang jadi pemandu kita. Sehingga hilanglah kebodohan kita, dan tampaklah cahaya yang akan menerangi jalan kita, sehingga sampai kepada apa yang kita cita-citakan.

Sabtu pagi di sekolah ku, ku lihat keceriaan di wajah teman-temanku. Kalian tahu kenapa ?. Bukan..., bukan karena hari ini guru-gurunya tidak ada yang masuk, sehingga tidak belajar. Atau karena hari ini ada acara makan makan, itu juga bukan. Coba kalian lihat!. Mereka sedang bermain, ya, mereka sedang bermain. Pasti mereka sedang mengikuti pelajaran olahraga!. Emm.., ya, tapi lebih tepatnya mereka sedang melakukan kegiatan pengembangan diri. Khusus hari sabtu, di sekolahku ada kegiatan pengembangan diri. Mereka bebas memilih pengembangan diri sesuai dengan hobi dan bakatnya. Ada yang memilih permainan olahraga seperti, bola kaki, basket, voly, dan bola takraw. Atau di bidang pelajaran seperti, english club, sains, agama, bahasa, dan lain-lain.

Jadi, hari ini di lapangan penuh dengan anak-anak yang sedang bermain. Ada yang bermain bola kaki, ada yang bermain bola basket, voly, dan ada juga yang bermain bola takraw. Sedangkan di dalam kelas, sebagian ada yang kosong dan ada juga yang di gunakan untuk pengembangan diri di bidangnya sepeti, english club, sains, agama, bahasa, dan lain-lain. Juga ada pengembangan diri tari dan catur. Tampak di kantor guru beberapa anak sedang bermain catur.


Bagaimana dengan aku, apa yang sedang aku lakukan?. Sekarang aku berada di halaman teras depan kantor sekolah. Hari ini adalah hari pertama aku mengikuti pengembangan diri untuk menjadi seorang penulis. Meskipun sebenarnya aku belum tahu, apakah aku berbakat untuk menjadi seorang penulis. Tapi aku sudah menciptakan banyak puisi yang tak kalah bagusnya dengan puisi Khairil Anwar. Film Laskar Pelangi yang ku tonton beberapa waktu lalu, mendorongku untuk dapat membuat cerita sebagus cerita Laskar Pelangi. Ya, aku ingin menjadi pembuat novel dan penulis terkenal.

Dibimbing oleh empat guru dari FLP ( Forum Lingkar Pena ), kami mencoba membuat karya tulis, menulis apa yang kami lihat. Inilah tulisan yang aku buat dengan judul, ' Tulisan Tanpa Judul '.

Tulisan Tanpa Judul

Ku lihat tiang bendera di depan ku, kuperhatikan dari bawah tiang sampai ke puncaknya. Seperti aku memperhatikan seorang wanita di depanku, mulai dari kaki hingga ke ujung rambut. Kulihat kukunya begitu indah, betisnya pun indah, sedikit ku naikkan mataku melihat pinggulnya, begitu seksi. Tapi aku kecewa, setelah ku pandang wajahnya, bukannya tak cantik, tapi rambutnya tak ada alias botak. Begitu juga dengan tiang bendera itu, tak ada benderanya. Apalah artinya tiang tanpa bendera. Padahal, negara kita sudah merdeka. Apa kata dunia ?.

Di atas rerumputan hijau yang tak bergoyang walau di tiup angin. Ia enggan atau karena.., begitulah yang di katakannya.

Aku masih bingung, entah apa lagi yang harus ku tulis. Ku pikir, tak ada lagi hal menarik yang bisa aku tulis. Atau karena aku belum bisa menjabarkan apa yang aku lihat. Andai saja ada seorang wanita cantik di depanku, mungkin aku bisa menjabarkan setiap keindahan yang ada padanya. Mungkin seperti ini," Hey gadis, rambutmu bagai malam penuh bintang, wajahmu bagai rembulan yang bersinar, setiap lekuk tubuhmu menghadirkan keanggunan, di dalam dadamu ada hati yang ingin ku curi ". Andai kau benar benar ada di depanku. Andai, oh andai.

Kemudian ku perhatikan taman yang ada di sekolahku, yang ada di depan kantor, yang ada di bawah pohon rindang, yang tak jauh dari pandangan mataku. Taman yang tak begitu indah, tapi hijau seperti taman surga. Bunga bunga bermekaran. Di antara taman itu ada satu bunga yang paling indah yang pernah kulihat dan belum ku kenal, bunga seperti apa dia ?. Tapi dari harumnya yang begitu kurasakan, aku tahu itu adalah salah satu dari bunga bunga cinta.

Sejenak ku hentikan tanganku untuk menulis, dan aku berkata dalam hatiku, " Satria.., tak perlu kau pikirkan tentang cinta!. Cinta itu buta, buta itu gelap, gelap itu indah, indah itu emas, emas itu kuning, dan kuning itu taik, jadi cinta itu taik. Maka, tak perlulah kau pikirkan tentang cinta." Ku pikir-pikir pula, " Tapi aku tak mau menulis kalau tidak ada bahasa cintanya. Sebab ku ingat, bahasa adalah warna bangsa, keindahannya menumbuhkan cinta. Kalau di dalam tulisanku ada bahasa cintanya, mungkin setiap orang yang membaca tulisanku akan merasakan indahnya cinta, betapa anggun dan mulianya sehingga seekor burung mencarikan makanan untuk anaknya. Kalau kau mengerti arti cinta sesungguhnya."

Aku tersentak kaget, tersadar dari lamunanku ketika seorang teman menegurku. Ternyata sudah waktunya kembali ke kelas, dan ku akhiri tulisanku untuk hari ini.



Di tengah-tengah suasana belajar, terdengar riuh rendah dari luar. Ternyata beberapa siswa kelas 3 memasuki kelas bersama salah seorang guru yang meminta agar bisa diikutkan dalam pelatihan, sebagai peserta tambahan kata sang guru. Sebagai pembicara, saya menangkap ada hal yang kurang berkenan dengan peserta tambahan ini. Meski kelas mereka lebih tinggi, tapi tidak tampak sikap teladan buat adik-adik kelasnya. Mereka datang lalu duduk kemudia suasana menjadi gaduh. Peserta yang lain pun heran melihat mereka. Syukurlah saya bisa ’mengusir’ keluar dengan memberikan tugas menulis. 30 menit saya pikir cukup untuk meredakan suasana. Hasilnya bisa dilihat, tidak ada tulisan yang mereka buat. Saat ditanya, ”Bingung mau menulis apa” jawab mereka. Begitulah, kalau sesuatu dikerjakan bukan dari hati maka hasilnya nihil.

Pukul 10.30 WIB Pak Rusli (pembina FLP-pen) berkesempatan hadir di tengah-tengah peserta. Bersama 5 pembimbing dari FLP, Alim, Prita, Vina, Puput dan Nurhayati kedatangan beliau disambut hangat oleh seisi kelas. Para peserta bertambah semangat saat Pak Rusli memberikan yel yel. SMP16 yess... FLP okee... teriak peserta serentak kompak. Setelah memperkenalkan diri, beliau memberikan motivasi bahwa dengan menulis bisa memberikan nilai tambah, termasuk tambahan penghasilan. Tidak sedikit penulis yang kaya dengan menulis. Kemudian beliau menjelaskan teknik-teknik dasar menulis berita, yaitu 5W + 1H. Satu persatu unsur-unsur dipaparkan dengan jelas. Peserta juga diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan. Setelah pemaparan, beliau memberikan contoh penulisan berita yang baik dan teknik wawancara diperagakan peserta. Setelah selesai, salah seorang siswa diminta membacakannya di depan kelas, kemudian mendapat applaus dari siswa-siswi lainnya. SMP 16 yess... FLP oke...

Pukul 11.00 WIB peserta kelas 3 kembali membuat ulah. Salah seorang dari mereka mengangkat tangan lalu berkata, ’Sudah jam 11, waktunya pulang pak.” Hal ini tentu tidak diinginkan mengingat pelajaran sedang berlangung. Meski demikian, Pak Rusli mengizinkan mereka pulang. Kemudian beliau memberikan penjelasan, ”Baiklah, bagi peserta yang ingin pulang silakan pulang, kami hanya mengajar siswa yang punya niat belajar.” Suasana kelas kembali kondusif sepeninggal peserta tambahan.

Sebelum pertemuan kedua ini berakhir, peserta diberi PR menulis minimal satu berita, sesuai dengan unsur-unsur 5W + 1H yang telah disampaikan. Tugas akan dibacakan pada pertemuan berikutnya.

Pertemuan kedua ini diakhiri dengan do’a. Para peserta pada pukul 11.30 WIB. Semoga membawa faedah. Amiin.

Rabu, 19 November 2008

FLP Batamindo : Program SMART WRITING ke SMPN 16 Batam

Keinginan yang besar untuk ‘menularkan’ minat menulis ke– pada siswa-siswi SMPN 16 Batam semakin menyala ketika peserta pelatihan yang berjumlah 37 siswa menyambut hangat kedatangan tim FLP Batamindo yang berjumlah 4 orang pada Sabtu, 15 November 2008 pukul 10.00 WIB. Mereka adalah Alim, Prita, Vina dan Puput.



Ini adalah kali pertama FLP Batamindo mengadakan pelatihan di sekolah. Pelatihan ini bertujuan untuk menggali potensi yang dimiliki oleh siswa-siswi yang mempunyai ketertarikan terhadap dunia menulis. InsyaAllah pelatihan seperti ini akan dilanjutkan ke berbagai sekolah yang ada di Batam.








Dari quisioner yang dibagikan kepada peserta yang terdiri dari siswa kelas I dan II ini menunjukkan bahwa 35 peserta suka menulis (95%), hanya 2 siswa yang tidak tertarik dengan menulis (5%). Di sinilah tantangan yang harus dihadapi, mengembangkannya dari yang hanya suka menulis menjadi penulis yang berprestasi dan mencerdaskan, di samping memberikan motivasi kepada peserta yang tidak suka menulis menjadi hobi dan akhirnya menjadi penulis berkualitas di masa mendatang.



“Saya akan ingin meraih cita-cita menjadi penulis”, ungkap beberapa peserta.
Pada pertemuan pertama ini, pertama-tama peserta diberi pengertian bahwa ternyata menulis tidaklah sesulit yang dibayangkan selama ini. Menulis hanya membutuhkan keinginan yang kuat dan rumus 3M, yaitu dimulai dengan menulis, menulis dan menulis. Setelah faham dengan rumus menulis, peserta dibagi menjadi 4 kelompok. Dalam waktu 30 menit, setiap kelompok diharuskan menulis peristiwa yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Karena jadual hari Sabtu adalah pengembangan diri sehingga begitu banyak kegiatan lain di lingkungan sekolah. Ada yang merekam kejadian siswa lain yang sedang melakukan olahraga, menuliskan kondisi sekolah, dan aktivitas-aktivitas yang terjadi selama pelatihan.



Setelah selesai, setiap kelompok mendapat tugas merangkum hasil tulisan anggota masing-masing dan akan dibacakan pada pertemuan selanjutanya, 29 November 2008.
Di sela-sela pelatihan, Prita memberikan sebuah games sehingga membuat suasana pelatihan terasa lebih akrab.


Pelatihan hari pertama ditutup seiring bel tanda pulang berbunyi pada pukul 11.30 WIB. (alim)

Sabtu, 08 November 2008

Struktur Organisai, Visi & Misi FLP Batamindo

Visi dan Misi
•Visi :
Menjadi sebuah Organisasi yang memberikan pencerahan melalui tulisan.
•Misi :
1. Meningkatkan mutu dan produktifitas karya anggota sebagai sumbangsih berarti bagi masyarakat.
2. Membangun jaringan penulis yang menghasilkan karya-karya berkualitas dan mencerdaskan.
3. Meningkatkan budaya membaca dan menulis di masyarakat.
4. Memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi penulis.

Program Kegiatan
•Mengadakan bedah karya penulis tekenal
•Mengadakan lomba karya tulis
•Mengadakan pelatihan kepenulisan bersama narasumber yang kompeten
•Mengimplementasikan hasil karya (kirim ke penerbit )
•Mengadakan klub baca (diskusi)

•SUSUNAN PENGURUS FLP BATAMINDO PERIODE 2006 - 2008

PENASEHAT
1. Andi Mapisangka, SE (Ketua CSR PT. BIC)
2. Drs. M. Rusli (Kasie CDD PT. Tunas Karya)

KETUA
Muhammad Nur Alim (Varta)


Lingkup Kerja Divisi:


•Divisi Kaderisasi & Humas, Koord : CANDRA
•Bertanggung jawab terhadap kelangsungan organisasi.
•Melakukan perekrutan anggota-anggota baru.
•Mengadakan pelatihan2 kepada anggota baru.
•Membentuk kader2 baru untuk meneruskan program pengurus yang akan digantikan.
•Bertanggung jawab terhadap pembentukan opini dan sikap publik terhadap keberadaan organisasi.
•Menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dengan unit aktivitas/badan lain di dalam dan luar kawasan.
•Melakukan publikasi terhadap event2 yang akan dilaksanakan.
•Mencari narasumber yang kompeten pada setiap forum.

•Divisi DANUS & PERPUSTAKAAN, Koord : JELFIS
•Bertanggung jawab terhadap pendanaan bagi kegiatan organisasi.
•Membentuk dan mengelola unit usaha (penjualan barang/jasa).
•Mencari sponsor pada setiap event yang akan dilaksanakan.
•Membentuk unit baca (perpustakaan).
•Mengelola keuangan organisasi.

•Divisi KESEKRETARIATAN, Koord : YUSRIAL
•Pemberdayaan sekretariat.
•Mengabadikan semua hasil karya anggota.
•Mengelola aset-aset organisasi.


Minggu, 02 November 2008

Sesuatu yang Hilang

Hari ini, FLP Batamindo kembali menggelar skoring cerpen yang akan diterbitkan untuk proyek antologi cerpen. Untuk itu, cerpen yang ada seperti biasa, dipresentasikan dengan membacanya keras-keras. Dan biasanya, 2t yang bertugas menjadi pembaca dongeng, eh, cerpen. Berhubung sakit, beliau tidak dapat hadir hari ini.

Lalu, siapakah yang akan baca cerpen-cerpen tersebut? Karena, 2t kalo baca cerpen, enak didengar.

Akhirnya, untuk cerpen pertama, dibacakan oleh Susliana. Terbelakang Mental judulnya. Tentang gadis autis yang diragukan ke-autisannya, berhubung si gadis merasa dia masih normal. Hanya saja tidak mampu mengungkapkan ekspresi dengan benar.

Cerpen kedua, Sahabat Maya. Maya di sini bukanlah nama orang, tapi kata yang berarti semu/khayalan. Masih dibacakan Susliana. Suara Susliana, menurut saya, cocok kalo membaca dialog ibu-ibu atau bapak-bapak. Wibawa banget...

Cerpen berikutnya, Derai Nyanyian Sunyi. Cerpen hebat bagiku, tapi tidak bagi orang lain, berhubung yang baca males-males. Argh!! Padahal, cerpen ini ga malu-maluin, menurutku dan Pak Wahyudi, yang kebetulan udah baca duluan.

Next, Fitri, the SMU girl, yang baca cerpen. Dua cerpen, Si Ariel untuk Anakku (maaf kalo salah judulnya, Pak Yud!) dan Kegetiran.... (adduh! lupa!). Yang Ariel, cerita tentang sepeda untuk anakku, dan yang selanjutnya tentang dua mahasiswa yang kelaperan karena uang kiriman belum datang. Masalah klasik para mahasiswa yang jauh dari orang tua, hehe... Kalo suara Fitri asik juga dengernya.

Lalu, ada satu orang lagi, yang namanya aku lupa. Maaf, mba'. Ntar dimuatin namanya. Beliau baca cerpen Mencintai Kakakku dan Cintaku (?). Maaf, lupa lagii.... Aduh, gimana, seeh? Si pembaca blog bisa marah. Cerita tentang kakak sulung yang ga dilamar orang, sementara adiknya udah banyak yang melamar. Tapi akhirnya, si Kakak jadian sama orang yang dicintai adik. Mengenai suara, ga ada masalah. Tapi mba' nya membacakan dengan gaya sinden! begitu yang diungkapkan oleh seorang anggota FLP Batamindo.

Fiuhh... Enam cerpen berhasil dinilai. Masih ada banyak lagi.. Ayo! Semangat!

Rabu, 29 Oktober 2008

FLP Batamindo : Menggapai Sebuah Karya


Oleh : Wahyudi (http://wahyudi-batam.blogspot.com)
Seperti biasa kegiatan rutin FLP Batamindo setiap hari Minggu adalah bedah karya. Kegiatan bedah karya pada Minggu, 26 Oktober 2008 ini adalah mereview cerpen-cerpen karya anggota FLP Batamindo yang akan diterbitkan sebagai antologi cerpen. Untuk bedah karya kali ini  dihadiri oleh 9 anggota yakni, Alim, Wahyudi, Ragil, Ilma, Ninyo, Susliana, Puput, Hayati, dan Ervina.

Ada empat cerpen yang berhasil dibedah hari itu yakni :
  1. It's Complicated, Andai Jodoh bukan Misteri, karya Ilma Erisa. Cerpen ini bercerita mengenai seorang gadis bernama Lani yang kebingungan         untuk menerima atau menolak lamaran seorang laki-laki yang juga teman kerjanya, Anton. Dimata Lani, Anton bukanlah tipe lelaki yang dia idam-idamkan. Baik dari segi intensitas ibadahnya maupun tingkah laku dan hobinya. Selain itu Lani sebenarnya mencintai orang lain yaitu Ary. Sayang Ary tidak pernah secara serius melamarnya. Sebuah kisah tentang dilema seorang gadis yang harus memilih.
  2. Aku dan Malamku, karya Ni Nyo. Cerpen ini berkisah tentang Wendy yang terjerumus kedalam kehidupan waria di kompleks pelacuran. Hal ini terpaksa dia lakukan untuk menghidupi Ibu dan adik-adiknya semenjak ayahnya meninggal. Sayang Ibunya yang menderita diare tidak tertolong lagi dan meninggal. Adik-adiknya yang masih kecil-kecil memerlukan perlindungannya. Tapi sayang tidak seorang pun tahu keberadaan Wendy dimana. Paman sekaligus gurunya harus berjuang menyusuri Jakarta untuk mencari Wendy.
  3. Ijasah untuk Ibu, karya ..... Sebuah cerpen mengenai perjuangan seorang gadis untuk terus bisa melanjutkan sekolah untuk bisa menamatkan SMA. Perjuangan berat ini harus dihadapi karena ekonomi keluarga yang terpuruk. Hal ini dikarenakan ayahnya yang kalah dalam pemilihan kepala desa. Ditambah lagi kekacauan ekonomi keluarga kedua kakaknya yang ikut menjadi beban orang tuanya mengakibatkan sekolahnya nyaris putus ditengah jalan. Sebuah perjuangan untuk mencapai cita-cita.
  4. Salah Jurusan, karya.....kisah seorang kakek yang salah naik bis. Akibat kesalahan ini dia harus mencari bis untuk menuju tempat tujuan. Tapi masalah timbul dikarenakan si kakek tidak mempunyai ongkos lagi. Ditengah kesulitannya ternyata tak seorangpun memberikan pertolongan kepadanya. Tak disangka pertolongan malah datang dari seorang bocah pengamen di bis itu. Ternyata orang yang dianggap rendah lebih mempunyai empati dibandingkan orang yang dianggap lebih terhormat.


    Ditargetkan bedah karya ini akan selesai tiga minggu ke depan atau pertengahan November. Dan diharapkan pertengahan Desember naskah sudah selesai editing. Semoga kegiatan ini akan menjadi tonggak lahirnya penulis berkualitas dari Batam. Amiin!!

Minggu, 19 Oktober 2008

FLP Batamindo Menggesa Proyek Antologi Cerpen

Minggu Pagi, 19 Oktober 2008.
FLP Batamindo melakukan kegiatan rutin, yakni bedah karya. Tapi hari ini berbeda dengan minggu-minggu sebelumnya. Karena ada hal penting yang menyangkut dengan keberlangsungan sekretariat FLP Batamindo. Menyusul keputusan Batamindo untuk menutup 4 unit kegiatan dari total 12 unit kegiatan yang ada di Karang Taruna Siaga Yudha (KTSY) di dormitory KIB. Alasan ditutupnya 4 unit kegiatan itu dikarenakan unit-unit itu tidak aktif menyelenggarakan kegiatan dan lemah dalam penyelenggaraan kesekretariatan. Hal ini disampaikan kepada anggota FLP Batmindo oleh ketua FLP Batamindo,Alim, setelah mengikuti meeting dengan pihak Tunas Karya dan Batamindo. Tetapi 4 unit kegiatan yang akan ditutup itu belum diumumkan.

Untuk menghadapi hal itu FLP Batamindo melakukan konsolidasi internal. Konsolidasi yang dilakukan adalah membenahi dan memperbaiki kesekretariatan. Selain itu juga kembali mengkonsolidasikan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan diwaktu yang akan datang, antara lain, Segera menyelesaikan proyek antologi cerpen paling lambat akhir tahun ini sudah bisa diterbitkan. Selain itu juga melakukan kegiatan pelatihan menulis di SMP yang ada di Tanjung Piayu.

Untuk menggesa antologi cerpen FLP Batamindo, para anggota mereview 12 cerpen yang sudah masuk. Dari 12 cerpen, kami hari ini berhasil mereview 4 cerpen, yakni :
1. Teka-Tekiku, karya Tetin
2. Gadis dalam Dunia Kaca, karya Romiyanti
3. Kebusukan yang Mewangi, karya Arif
4. Menganyam Asa, karya Wahyudi
Diharapkan akhir bulan Oktober ini seluruh anggota sudah menyerahkan karya-karyanya sehingga proses review, seleksi dan editing bisa segera dilaksanakan. Sehingga target akhir tahun ini bisa diterbitkan. Mohon doanya!!

Minggu, 21 September 2008

Cerpen : Salah Jurusan
Oleh : Indri Atmi

Hawa panas menyerubut masuk ke dalam bis yang hampir sarat dengan penumpang. Aku mengipas-ngipaskan majalah ke wajahku yang berkeringat dan mengkilap. Sesekali kuusap peluh di kening dengan tissue tangan yang tinggal beberapa lembar lagi. Terminal ini masih saja sibuk dengan segala aktifitasnya. Para pedagang keliling mulai berebut masuk ke dalam bis untuk menjajakan barang dagangannya. Ada yang jualan permen, rokok, es lilin, es dawet, lontong bakwan, gorengan, dan getuk goreng. Makanan khas Banyumas. Di terminal manapun rupanya berjualan di bis sudah merupakan hal yang biasa. Tergantung dari si awak bisnya membolehkan masuk atau tidak. Beruntung aku duduk di dekat jendela. Sehingga aku tak mempedulikan para pedagang yang menawarkan barang dagangannya padaku.

Perlahan kubuka kaca jendela sehingga semilir angin menyapu wajahku. Terik sinar matahari mulai memanas. Seolah sedang memanggang seluruh isi di terminal ini. Tampaknya orang – orang di sini tak mempedulikanya. Hanya aku saja yang rewel sendiri. Takut panaslah, takut hitamlah, gerahlah, baulah dan sebagainya. Tapi mau bagaimana lagi uang sudah habis. Kiriman dari ibu belum juga datang padahal uang semesteran paling lambat harus di bayar minggu depan. Belum lagi bayar tempat kos, uang makan sebulan, transport dan keperluan lain. Mau naik bis yang ber-ac saja tak cukup uangku. Jadi terpaksa naik bis ekonomi, berjubelan lagi. Untung saja aku mendapatkan tempat duduk.

Dari jedela kulihat seorang kakek yang sedang kebingungan mencari bis tujuannya. Di punggungnya yang membungkuk melekat tas ransel yang sudah lusuh. Kedua tangannya menjinjing dua dus bekas mie instant. Kakek itu celingukan kesana kemari, sepertinya ia buta huruf sehingga tak bisa langsung menemukan bis jurusannya.

”Banjar...Banjar…Banjarwaru…ayo…siap berangkat.” Kakek itu berjalan mendekati kondektur bis yang berteriak cempreng itu.

”Banjar, kek? Kakek mau kemana? Banjar?” kata kernek itu.

Dengan mulut yang masih terbuka dan nafas yang tersengal-sengal karena kelelahan membawa beban yang dibawanya, kakek itu hanya mengangguk pelan. Sebenarnya ada yang ingin dikatakan kakek itu tapi belum sempat kakek ia bicara, dengan sigap tangan sang kondektur tadi langsung mengambil dua dus jinjingan dari tangan kakek lalu masuk ke dalam bis yang aku tumpangi. Kakek itu pun menurut dan mengikuti sang kondektur lalu duduk di bangku sampingku yang kebetulan kosong.

Bau keringat tak sedap menyeruak menusuk hidungku. Aku membuang muka keluar jendela. Sesekali kupencet-pencet hidungku agar bisa mengusir bau itu barang sejenak. Bagaimana aku bisa tahan dengan bau ini sampai ke kota Banjarwaru yang kalau di tempuh perjalanan bis ini memakan waktu kurang lebih satu setengah jam?. Bisa mati aku. Aku terus menggerutu sendiri dengan keadaan ini. Tapi kasian, aku jadi tak enak sama kakek itu. Hati kecilku merasa iba padanya. Seharusnya aku menghormatinya. Jadi kutahan –tahan saja agar tidak menyinggung perasaannya. Aku masih saja menatap jalanan dari jendela bis. Angin kencang menyibak jilbaku yang baru-baru ini kukenakan. Yah..aku sudah berniat akan memakai jilbab ini sampai kapanpun. Dan ini kepulanganku yang pertama kali memakai jilbab dan akan aku perlihatkan pada Ibuku dan juga Kakakku satu-satunya. Pastilah mereka akan senang karena aku yang dikenal anak nakal dan tomboy bisa juga berubah jadi kalem dan feminim. Itu yang mereka harapkan.

Kakek itu sepertinya kelelahan lalu bersandar dengan malas, sesekali wajahnya melirikku. Sesekali aku menoleh pada kakek yang metatapku. Aku jadi tak enak hati. Aku hanya bisa tersenyum. Kakek itu tersenyum juga.

”Kakek mau kemana?” Tanyaku membuka percakapan. Setelah sering tersenyum.

”Kakek mau nengok cucu kakek ” jawabnya degan suara yang pelan dan bergetar karena sudah tua.

”Oh…kok sendirian?” tanyaku lagi.

”Ya, istri saya tak bisa ikut karena mabuk perjalanan. Lha wong naik angkot cuma 10 menit saja sudah muntah –muntah apalagi ini yang hampir satu jam lebih. Jadi kakek pergi sendirian terus. Kadang anak kakek yang datang ke rumah. Tapi anak kakek yang nomor tiga ini kayaknya sibuk terus jadi terpaksa kakek yang ke sana. Perbincangan dengan kakek itu terhenti karena sang kondektur menarik bayaran dari para penumpangnya.

Di persimpagan lampu merah bis pun berhenti. Masuk dua orang penumpang. Yang satunya penumpang, satunya lagi seorang bocah pengamen jalanan. Seperti biasa sebelum menghibur penumpang bocah itu mengucapkan salam pada para penumpang, sopir dan kondektur serta mendoakan penumpang semoga selamat sampai tujuan. Lalu dengan suara agak serak ia pun menyanyikan lagu:

Sebelum kau bosan

Sebelum aku menjemukan

Tolonglah kau ucapkan

Tolonglah engkau ceritakan

Semua yang indah

Semua yang cantik, berjanjilah…

Lalu bocah itu berganti lagu yang lain.

Panasnya matahari dan teriknya musim kering

Aku bernyanyi disini

Putuskan urat malu

Bernyanyi tanpa ragu

Wajah-wajah menatapku jemu…

Aku terus memperhatikan bocah pengamen itu, sambil mencari-cari uang receh yang nyelip di saku-saku tasku. Alhamdulillah ada. Lumayan. Bocah itu masih saja bernyanyi entah berapa lagu.

Di perempatan lampu merah bis berhenti lagi. Segera saja para pedagang asongan berebut masuk. Berjubelan dengan penumpang yang penuh sesak. Suara-suara kasar saling bertaburan di dalam bis sehingga suasana riuh seperti pasar. Bis pun berjalan lagi. Para pedagang mulai turun satu persatu. Setelah agak sepi bocah pengamen itu berbasa-basi lagi dan mendendangkan lagu yang entah yang keberapa kali.

Kalau diperhatikan baik-baik sebenarnya anak laki-laki itu cukup rapi. Umurnya kira-kira 8 tahun. Anak seumuran dia seharusnya siang ini sedang duduk manis mendengarkan gurunya mengajar. Tapi sungguh malang nasibnya. Aku masih beruntung masih bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Padahal orang tuaku hanyalah petani bawang yang miskin. Tapi karena ada dorongan dari ibuku dan juga kakakku aku bisa tetap sekolah dengan biaya dari hasil bertani dan juga dari kakakku yang bekerja membuat batu bata.

Ayahku meninggal sejak aku masih dalam kandungan. Aku tak pernah melihat wajah ayahku secara langsung. Hanya lewat selembar foto hitam putih yang tertempel pada surat nikah dan juga pada KTP yang sampai saat ini masih disimpan ibuku dengan rapi.

Aku pun menyewa kamar di tempat yang sederhana dan hemat biaya. Teman-temanku baik semua. Perhatian dan yang paling utama sifat kekeluargaanya yang sangat erat. Namun yang membuatku terharu ternyata teman-temanku satu rumah banyak juga yang kuliah sambil bekerja. Mereka bisa mengatur waktu sehingga prestasi akademisnya tetap mengagumkan dan juga pinter-pinter. Aku jadi ketularan. Apalagi mereka juga aktif disetiap kegiatan kampus. Ada yang aktif di masjid kampus. Aku bersyukur mendapat hidayah berkat bimbingan mereka juga. Pokoknya mereka akan selalu ada disisiku. Baik senang maupun susah.

“Mbak, Bawang sudah lewat apa belum?” Kakek di sebelahku membuyarkan lamunanku. ”Eh…maaf tadi kakek nanya apa?” Aku yang tergagap balik bertanya.

”Aduh si Mbak ini malah bengong saja.” Kakek itu tersenyum melihatku.

“Kakek nanya Bawang sudah lewat apa belum?” Kakek itu mengulang pertanyaanya .

”Oh…Bawang tidak lewat sini, kek. Kakek mau kemana?” pertanyaanku terhenti karena bocah pengamen tadi menyodorkan bekas kantong permen padaku. Aku memasukan beberapa uang receh seratusan yang aku genggam sejak tadi. Kakek tadi mengangkat lima jari tangannya sambil berucap maaf pada bocah pengamen itu. Dengan senyuman dan anggukan bocah pengamen itu balik mengucapkan terima kasih. Aku membalas senyuman itu dan sekarang konsentrasi dengan kakek disebelahku.

”Kakek mau kerumah cucu kakek yang ada di Bawang. Rumahnya di belakang Rumah Sakit Islam Bawang, mbak.”

”Wah kakek salah naik bis. Kakek seharusnya naik bis jurusan Banjarnegara bukan ke Banjarwaru atau Banjartasik.” jelasku pada kakek. Kakek pun kelihatan bingung. Ia lalu memanggil sang kondektur dan meminta uangnya kembali karena kakek kehabisan ongkos. Tentu saja sang kondektur bersikeras tak akan mau mengembalikanya.

Nggak bisa begitu kek, bis ini sudah berjalan agak jauh masa’ mau naik bis gratis. Mana ada bis yang begitu.” Kata sang kondektur dengan ketusnya.

”Iya... tapi tadi kamu bilang Banjar, aku juga mau bilang Banjarnegara tapi kamu malahan langsung menyerubut tas jinjinganku. Makanya aku mengikutimu aku kira benar bis ini mau melewati Bawang.” Kata sang kakek dengan wajah memelas.

“Apa, kakek bilang? Tadi kan aku bilang Banjarwaru bukan Banjarnegara. Kakek aja yang nggak denger. Saya aja bicara dengan suara keras kok. Semua orang di terminal pun dengar suara saya. Dasar budeg, tuli!” Kata kondektur tak mau kalah. Segala sumpah serapah dilontarkan semua. Tak ada yang menengahi. Para penumpang banyak diam, takut berurusan dengan kondektur yang bertampang sangar, rambut gondrong lengan penuh tato,baju kaos hitam dan celana jins yang berjuntai. Mereka hanya menyaksikan saja.

Kakek itu kebingungan. Tangannya yang keriput mengusap-usap rambutnya yang beruban. Raut sedih dan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Tangannya gemetar karena tua. Duh…kok jadi begini seandainya saja aku masih ada sisa uang pasti sudah aku kasihkan pada kakek itu. Tapi apa dayaku hari ini saja aku naik bis kelas ekonomi. Sisa uangku cuma bisa untuk ongkos naik ojek dari jalan raya sampai depan rumah yang jaraknya lumayan jauh. Kalau aku jalan kaki sih bisa tapi bisa berjam-jam sampai rumah dan hampir malam pula sampai rumahku. Dulu rumahku tak sejauh ini. Malahan dekat dengan pusat perbelanjaan juga dekat dengan jalan raya. Sekarang untuk bisa bertahan hidup keluargaku harus pindah rumah yaitu ke rumah Nenek. Apalagi aku cewek kalau jalan sendirian sangat berbahaya. Aku urungkan niatku untuk memberikan sisa ongkosku pada kakek tadi. Aku hanya bisa diam melihat keributan itu. Tiba-tiba seseorang menyodorkan uang recehan dan beberapa lembar uang ribuan pada kakek.

”Ini kek, buat ongkos kakek di jalan.” Kata bocah pengamen tadi. Rupanya sedari tadi bocah cilik itu memperhatikan keributan itu.

”Wah, tak usah cah bagus. Itu rejekimu.” Tolak si kakek.

”Tapi ini buat ongkos kakek. Nanti kakek tidak bisa pulang.” Bocah pengamen itu masih saja terus memaksa dan akhirnya kakek mau menerimanya juga. Sebagai imbalannya sang kakek memberinya beberapa buah jeruk pada bocah cilik itu. Dengan wajah sumringah bocah pengamen itu menerima buah jeruk itu.

”Terimakasih ya cah bagus, kakek doakan semoga hari ini kamu dapat rejeki yang banyak.” Kata kakek itu sambil mengelus-ngelus kepala bocah pengamen itu. Lembut. Berat rasanya sang kakek meninggalkan bocah itu. Kakek itu pun berkali-kali mengucapkan terima kasih lalu ia bergegas turun dari bis. Bocah pengamen itu lalu duduk di sebelahku dan mulai mengupas jeruknya. Karena merasa diperhatikan olehku bocah pengamen itu menawarkan buah jeruk itu padaku. Aku tersenyum dan menggeleng berkali-kali.

”Siapa namamu, dik?” dengan mulut penuh jeruk ia menjawab ”Rahman”. Aku pun membuang muka keluar jendela. Butiran kristal mulai jatuh di pelupuk mataku. Terharu. Segera aku usap dengan tisu. Aku malu di lihat oleh bocah pengamen di sebelahku. Biarpun ia miskin tapi ia kaya hati.

Senja temaran mulai turun di ufuk barat. Menyinari keindahan kota Tasik. Tak lama kemudian Sang kondektur pun berteriak “Simpang Tasik – Simpang Tasik.” Aku pun segera turun.

”Permisi ya, dik. Mbak mau turun di sini. Hati-hati ya, semoga saja hari ini kamu dapat uang yang banyak.” Kataku menirukan pesan kakek tadi. Bocah pengamen itu pun tersenyum dan mengangguk berkali-kali. Kulihat dari luar jendela bocah pengamen itu melambaikan tangan padaku hingga bis itu semakin menjauh tertelan dengan keramaian kota Tasik.

***

Bawang = Nama sebuah daerah di Jawa Tengah

Cak bagus = Panggilan untuk anak yang baik